Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2024

Sakit

"Jangan sedih." Katanya. Tapi tangisku malah menjadi-jadi. "Kenapa nggak boleh sedih?! Nabi juga bisa sedih ko! Kenapa diciptain rasa sedih kalo nggak boleh sedih?!" Protesku. "Ya jangan lama-lama sedihnya!" Katanya. Ah, ini tambah menyakitkan. Padahal belum ada satu jam berlalu saat aku mulai meraung-raung. Aku nggak bisa berkata-kata lagi.

Memeluk

 "Harusnya dari kemaren-kemaren kayak gini." "Iya ya." "Ck, malah buang-buang waktu. Mana uang udah habis." "Iya, iya." "Ko iya iya doang sih?!" "Yaa abis mau gimana lagi. Waktu yang udah terlewat kan gak bisa diulang." "Ya makanya! Harusnya kemarin tuh jangan males-malesan gak jelas." "Ada yang dikerjain juga ko kemarin tuh." "Tapi gak ada hasilnya!" "Emang mau hasil kayak gimana?" "Kalo ada hasilnya, kita gak bakal kesusahan sekarang!" "Iya, ya. Maaf ya.." Kali ini, kupeluk dia. "Ih apaan sih! Geli tau!" "Iya, iya. Emang aku banyak salahnya. Banyak waktu yang kebuang. Maaf ya.." *mendengus* "Tapi masih mau berusaha lagi kan? Sama-sama?" Kukira dia akan berontak ketika kupeluk, tapi ternyata dia begitu tenang dalam pelukanku. "Asal jangan mengulangi kesalahan yang sama!" Katanya dengan nada merajuk. "Hehe. Diusahakan....

Letakkan Dahulu

Letakkan dahulu apa yang memberatkan Istirahatlah, regangkan badan Jangan, jangan berhenti Disini memang tempat berlelah diri Dadamu akan sesak sesekali Atau mungkin pipimu sering basah karena air mata Lalu rasanya ingin menghilang dari dunia Bukan.  Sebenarnya kau bukannya ingin dirimu yang menghilang, Melainkan apa yang memberatkan pundakmu Tapi, hei lihat! Kau sudah sejauh ini! Jangan khawatir, susah dan lelah ini akan berakhir pada waktunya Namun kalau kau berhenti sebelum waktunya,   Penderitaan itu akan berlangsung selama-lamanya Bersabarlah, sampai Dia mengatakan selesai

Latihan

“Belakangan ini gue selalu kepikiran buat loncat dari Gedung tinggi atau nabrakin diri ke truk.” Gue memulai percakapan. Dia hanya diam mendengar kata – kata tersebut sambil asik memandangi burung – burung gereja di depannya. “Tapi gue takut. Takut sakit. Kesayat aja sakit, apalagi ketabrak truk.” Lanjut gue. Dia masih terdiam. “Gue pernah kepikiran, mungkin gue takut karena belum latihan kali ya. Kan katanya practice make perfect.” Kali ini dia menoleh ke kanan, memandang gue dengan bingung. “Kan gue belom tau nih rasanya jatoh dari gedung tinggi tuh kayak gimana, tapi gue takut bakal sakit banget. Mungkin kalo gue latihan jatoh dulu, gak akan terlalu sakit nantinya. Misalnya awal – awal gue loncat dari 5 anak tangga, makin lama makin tinggi.” Jelas gue. Dia tersenyum sinis kemudian menggelengkan kepalanya pelan. “Kalo mau latihan loncat, parkur aja sekalian. Daripada latihan loncat, mending latihan motor. Ayok gue ajarin.” Kali ini dia yang berbicara. “Gak mau. Takut jatoh....

Capek yang Aneh

Ada capek yang aneh. Hah? Capek yang aneh? Apaan dah?  Iya, capek yang aneh. Capek sama pikiran sendiri.  Padahal fisiknya ngga ngapa-ngapain, tapi pikirannya berkeliaran melalang buana. Bahkan ngga jarang bertabrakan.  Aneh kan? Padahal ngga keliatan, tapi bisa bikin capek.

Waktu Akan Berputar

"Kenapa? Kamu takut di-ekspan ya?" katanya pas gue bilang kalo nggak tertarik gabung. Kalo gak salah waktu itu gue jawab iya, makanya dia lanjutin, "Itu mah nggak selamanya, waktu kan berputar, semua bakal beralalu." For your information, 'ekspan' itu kayak ditatar. Gara-gara kata-kata itu, gue jadi masuk ekskul yang punya impresi nggak menyenangkan bagi gue, PASKIBRA. Gara-gara itu juga gue menjalani masa sekolah menengah kejuruan dengan di-ekspan dan meng-ekspan. Oh, bukan karena bujukan di atas doang sih, si kakak itu juga bilang, "Tahun depan siapa yang ngajarin jadi protokol kalo kamu nggak masuk paskib?" Tau protokol kan? MC-nya upacara. Waktu itu, untuk membedakan upacara hari kemerdekaan dengan upacara lain, dibuatlah petugas upacara dari anak baru yang dipilih sewaktu MOPDB. Dilatih selama sebulan buat menjadi petugas upacara dan pasukan pengibar. Belakangan ini gue baru sadar, kayaknya gue itu haus validasi. Makanya gue terbujuk sama kata...

Bertaut

Kita adalah dua orang panik yang tidak tau cara menenangkan satu sama lain. Kita sering memberi dan menerima terima kasih, hanya untuk saling menghargai Kita sering saling mengecewakan, namun lebih memilih untuk menghibur daripada meminta maaf. Mungkin kita sering meminta maaf pada satu sama lain dalam hati, tapi terlalu sulit untuk menyuarakannya. Kita kehilangan hal yang sama, tapi kita enggan membahas dan menjadikannya bermakna. Kita sama-sama terluka, tapi memilih untuk tidak menganggapnya seberapa. Kita mewarisi luka, namun enggan mengakui, apalagi memeluknya. Kita pernah saling bertaut, sembilan bulan lamanya, tetapi kita sangat payah dalam memahami satu sama lain. Meski begitu, kita tetap berusaha saling memahami. Kita tetap berusaha tetap bertaut.